Ujian Psikologi Anak: Ketika Sekolah Tak Lagi Hanya Soal Umur dan Ijazah

Palembang-Suarategas.com- OKI, Sabtu (14/06/2025). Anggapan bahwa masuk sekolah hanya soal umur dan ijazah kini mulai berubah. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, secara resmi mengumumkan wacana penambahan syarat baru dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk tahun ajaran 2026.

Tak tanggung-tanggung, selain syarat usia dan kelulusan, calon siswa SD, SMP, bahkan SMA nanti harus menjalani tes kemampuan akademik. Aturan ini mulai diuji coba pada kelas 12 SMA di akhir 2025, dan akan diperluas ke seluruh jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Berdasarkan Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025, hasil tes akademik ini nantinya dapat menjadi syarat resmi tambahan bagi siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya—bahkan hingga ke perguruan tinggi.

Bukan Sekadar Umur dan Ijazah Lagi.

Di tengah rutinitas kelas 6 SD, Fadillah (11) dari Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, belum paham betul apa itu “tes kemampuan akademik”. Tapi orang tuanya, Ibu Nurlela, sudah mulai cemas.

“Anak saya pintar, tapi saya takut kalau tesnya terlalu berat atau seperti ujian masuk perguruan tinggi,” katanya dengan nada khawatir.

Selama ini, syarat masuk sekolah hanya dua: usia dan ijazah kelulusan sebelumnya. Bahkan, bagi siswa yang usianya belum genap 6 tahun, masih bisa mendaftar SD jika memiliki surat rekomendasi psikolog profesional, menandakan anak tersebut siap secara psikis dan memiliki kecerdasan istimewa.

Tapi dengan aturan baru, siswa dan orang tua tampaknya harus siap menghadapi tambahan satu lapis seleksi lagi.

Apa Itu Tes Kemampuan Akademik?

Menurut keterangan Kemendikdasmen, tes ini bukan hanya mengukur hafalan atau nilai rapor, melainkan kemampuan dasar logika, numerasi, literasi, dan bahkan kesiapan mental belajar di jenjang berikutnya.

“Tujuannya bukan menyulitkan siswa, tapi memberi peta yang lebih jujur tentang kesiapan anak,” jelas Mu’ti 

Mendukung atau Membebani?

Pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Rahmat Hidayat, menilai kebijakan ini bagus secara teori, namun rentan gagal dalam praktik.

“Kalau tidak dibarengi pemerataan kualitas sekolah dan pelatihan guru, ini bisa jadi alat diskriminasi terhadap siswa dari daerah dan keluarga kurang mampu,” tegasnya.

Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar. Hingga kini, banyak sekolah di daerah tertinggal masih kekurangan guru berkualitas, akses internet terbatas, dan buku ajar yang kadaluarsa. Lalu, bagaimana mereka bisa bersaing dalam tes kemampuan akademik yang dibuat standar nasional?

Infografis: Syarat SPMB 2026 (Rencana Baru)

Jenjang Usia Maksimal Dokumen Tambahan Baru :

–  SD Min. 6 tahun (bisa 5,5 tahun jika istimewa) Akta lahir Tes kesiapan psikis (opsional),

–  SMP Maks. 15 tahun Ijazah + Akta Tes akademik mulai 2026,

–  SMA Maks. 21 tahun Ijazah + Akta Tes akademik mulai 2026,

–  Kuliah Tidak disebutkan Ijazah SMA Berpotensi wajib ikut tes akademik SMA.


Apa yang Perlu Dilakukan Orang Tua dan Sekolah?

1. Pahami Peraturan Baru: Ikuti perkembangan dari Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 dan hasil uji coba November 2025.

2. Latih Kecakapan Dasar Siswa: Fokus pada numerasi, literasi, logika, dan soft skill belajar.

3. Jangan Fokus pada Nilai Saja: Tes ini menilai pemahaman dan kesiapan belajar, bukan hafalan.

4. Dampingi Mental Anak: Jangan sampai tambahan syarat ini membuat siswa cemas berlebihan.

Tes akademik sebagai syarat masuk sekolah tentu bukan hal yang baru di banyak negara maju. Namun di Indonesia, di mana ketimpangan kualitas pendidikan antarwilayah masih tinggi, penerapannya harus dilakukan dengan empati dan kesiapan sistemik.

Arah yang ditunjukkan Mendikdasmen Abdul Mu’ti ini bisa menjadi momentum pembenahan sistem seleksi pendidikan. Tapi, ia juga bisa menjadi momok baru bagi siswa dan guru, jika tidak dibarengi dengan pendampingan dan sosialisasi yang masif.

Apakah SPMB akan menjadi tolok ukur yang adil dan akurat? Atau hanya menambah lapisan baru ketidakadilan pendidikan (?PPWI ).


Tarmizi